ORASI ILMIAH
IR. IRMAN GUSMAN – KETUA DPD RI
WISUDA SARJANA DAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL
TA. 2012/2013
“Mewujudkan Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur dalam Perspektif Demokrasi dan Kepemimpinan”
Jakarta, 10 Oktober 2013
Assalamualaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua
Yang terhormat
- Rektor Universitas Esa Unggul
- Para Wakil Rektor
- Para Guru Besar
- Para Dekan dan Waki Dekan
- Para Dosen dan Mahasiswa
- Para Wisudawan dan Wisudawati
- Para Tamu Undangan
- Rekan-rekan Media Massa,
- Serta hadirin yag berbahagia
Pertama-tama saya mengucapkan selamat
kepada para wisudawan dan wisudawati program sarjana dan pascasarjana
Universitas Esa Unggul yang hari ini telah menyelesaikan program
pendidikan strata satu (S1) dan strata dua (S2). Ini tentu saja suatu
langkah awal untuk memasuki gerbang pengabdian yang baru dalam
melaksanakan tridarma perguruan tinggi, yakni salah satunya adalah
pengabdian kepada masyarakat luas.
Sebagai generasi penerus bangsa
sekaligus calon-calon pemimpin masa depan, kami semua berharap kiranya
ilmu pengetahuan yang didapat selama menempuh pendidikan di universitas
ini dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam mendarmabhaktikan
diri pada keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Wisuda program sarjana dan pascasarjana
Tahun Akademik 2012/2013 ini juga terasa istimewa dan membahagiakan
karena bertepatan dengan peringatan dua dasawarsa Universitas Esa Unggul
yang jatuh pada tanggal 6 Oktober yang lalu.
Karena itu, rasanya tidak lengkap
kebahagiaan hari ini tanpa memberikan selamat kepada seluruh keluarga
besar civitas akademika Universitas Esa Unggul yang telah memasuki usia
20 tahun pengabdian pendidikan kepada bangsa. Semoga dengan dua
dasawarsa akan membawa Universitas Esa Unggul menjadi salah satu
universitas terbaik, tidak hanya dalam konteks domestic, tetapi juga
pada tingkat regional dan global.
Saat ini, di tingkat global,pendidikan
memainkan peran yang sangat signifikan dalam membawa kemajuan dan
kesejahteraan bagi masyarakat. Di mana ukuran sumber kemakmuran suatu
bangsa sudah tidak ditentukan oleh comparative advantage, yakni;
kecerdasan (BRAIN POWER), visi dan mimpi-mimpi besar (DREAM), semangat
pantang menyerah (SPIRIT), dan rsa percaya pada kekuatan
sendiri/kekuatan dalam negeri (CONFIDENCE).
Karena itu, sumber daya manusia
Indonesia yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mencapai
kemakmuran di masa depan. Banyak kasus di beberapa negara yang kaya
sumber daya lam, terutama kawasan Afrika, justru tidak berbanding lurus
dengan dengan tingkat kemajuan dan kesejahteraan.
Negara-negara yang kaya justru mengalami
paradox sumber daya alam (the paradox of plenty) dimana mereka terjebak
pada konflik dan kekerasan, seperti yang terjadi di Pantai Gading
(Negara penghasil kakao terbesar nomor satu di dunia), Ghana, Nigeria,
dan sebagainya.
Fenomena paradox sumber daya alam
biasanya disebabkan beberapa faktor, yakni slah manajemen (salah kelola,
praktek korupsi, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia di Negara
tersebut. Karena itu, salah satu kunci penting untuk memenangkan
kompetisi masa depan adalah semua anak bangsa harus memiliki kemampuan
sumber daya manusia yang unggul, karakter (jatidiri), sekaligus juga
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena itu tugas anda semua di masa
depan adalah bagaimana menyiapkan diri sebaik-baiknya dengan bekal ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang telah didapat di universitas ini untuk
dikembangkan secara lebih maksimal agar memiliki nilai tambah tidak
hanya bagi diri sendiri, tetapi yang lebih penting adalah untuk
mendorong kemajuan bangsa.
Kekayaan sumber daya alam yang dimilki
bangsa ini jika tidak dikelola dengan baik, efisien dan efektif, maka
suatu hari terbuka kemungkinan akan terkikis habis. Tetapi jika semua
sumber daya alam dikelola dengan ilmu pengetahuan dan teknologi maka
akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Begitu juga jika potensi
sumber sumber daya manusia Indonesia kita tumbuhkan dan kembangkan, maka
bangsa ini akan memiliki daya saing yang mampu berkompetisi di dunia
internasional.
Bapak Rektor, Civitas Akademika, Para Wisudawan/Wisudawati, serta hadirin yang berbahagia.
Pada kesempatan orasi ilmiah ini, tema
yang ingin saya ulas adalah “Mewujudkan Indonesia Yang Mandiri, Maju,
Adil, dan Makmur dalam perspektif Demokrasi dan Kepemimpinan”. Tema ini
penting untuk diangkat karena tahun ini bangsa Indonesia telah memasuki
tahun politik dan tahun depan (2014) kita akan memasuki tahun pemilu
untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta
memilih Presiden dan Wail Presiden.
Sebagai Negara yang telah memilih jalan
demokrasi, Pemilu 2014 merupakan momentum yang sangat penting untuk
meneguhkan cita-cita reformasi. Pemilu bukan sekedar pesta demokrasi
ataupun pesta rakyat, tetapi lebih penting dari itu pemilu adalah pintu
gerbang menuju perubahan. Melalui pemilu, rkyat akan menentukan
pilihannya dalam memilih wakil mereka di parlemen sekaligus pemimpin
eksekutif yang akan berperan besar dalam menentukan arah dan nasib
bangsa ini ke depan.
Memang jika dilihat secara kasat mata,
proses demokratisasi yang berlansung dalam kurun waktu 15 tahun lebih
ini seperti belum memberikan hasil yang maksimal sebagaimana awal
cita-cita reformasi. Praktek korupsi masih terjadi dimana-mana terutama
yang dilakukan oleh para wakil rakyat, penyelenggara Negara di daerah
(gubernur, bupati, walikota) hingga ketua lembaga Negara di pusaran
kekuasaan pusat.
Namun, itu itu bukan menjadi alas an
agar kita berjalan di tempat tetapi merupakan suatu tantangan untuk
menata ulang system demokrasi. Demokrasi merupakan antitesa terhadap
sistem pemerintah otoriter dan sentralistik, karena dampak dari system
tersebut adalah kesenjangan ekonomi dan kesenjangan antar wilayah.
Akibatnya hak-hak asasi rakyat terpasung, baik hak kebebasan berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pendapat, hak dipilih dan memilih, hak
perlakuan yang sama di depan hokum, dan juga hak-hak dasar warga Negara
akan penghidupan dan pekerjaan yang layak sebagaimana dijamin oleh
konstitusi.
Demokrasi menjadi pilihan sistem
ketatanegaraan kita karena pada prinsipnya mengandung nilai-nilai
universal yang positif. Pertama, menjamin hak asasi manusia; Kedua,
menjamin persamaan kedudukan di depan hokum; Ketiga, menjamin kebebasan
menyatakan pendapat dan berserikat; Keempat, mengharuskan kebebasan
pers; dan Kelima, memberikan keterbukaan akses ekonomi bagi semua
kelompok masyarakat demi kesejahteraan bersama.
Pertanyaannya kemudian, setelah lebih
dari 15 tahun proses demokratisasi di Indonesia, seperti apakah kualitas
demokrasi kita? Jawaban yang bisa kita hadirkan bahwa setelah 15 tahun
perjalanan demokrasi, sesungguhnya demokrasi yang kita jalankan sekarang
masih berkutat pada demokrasi yang procedural, bukan demokrasi yang
substantive.
Menurut Global Democracy Index 2013 yang
baru saja dirils oleh Majalah Economist, dari 167 negara yang disurvey,
rangking kualitas demokrasi Indonesia berada di peringkat ke 53 dengan
kategori Flawed Democracy. Memang rangking ini naik dari 67 pada tahun
2012. Namun secara kualitas, demokrasi Indonesia masih dinilai “cacat”
karena prakteknya belum full democracy. Indeks tersebut dibawah
Australia (6), Inggris (16), Korea Selatan (20), Jepang (23), Israel
(37), dan India (38). Bahkan rangking demokrasi kita masih di bawah
Timor Leste yang berada di urutan ke-43.
Kenapa kualitas demokrasi kita masih
dinilai rendah? Ternyata permasalahan tersebut ada pada lemahnya
kualitas lima alat ukur utama, yakni Pemilihan umum (baik pemilihan umum
president, legislative, maupun pemilihan kepala daerah) dan Pluralisme,
Kebebasan Sipil, Fungsi Pemerintahan (birokrasi), Partisipasi Politik,
dan Budaya Politik.
Rendahnya kualitas lima variabel ini menyebabkan kualitas penyelenggaraan demokrasi masih jauh dari harapan reformasi 1998.
Civitas Akademika dan Hadirin yang berbahagia,
Ada pertanyaan yang juga sering
dikemukakan adalah apakah demokrasi tercermin juga dalam kedaulatan
politik, kemandirian ekonomi, kemajuan, keadilan, maupun kemakmuran?
Sebagai Negara demokrasi, tentu saja harapan besar seluruh rakyat adalah
demokrasi membawa perubahan bagi peningkatan kemandirian, kemajuan,
keadilan, dan kemakmuran. Harapan tersebut wajar karena demokrasi adalah
media untuk melakukan perubahan-perubahan signifikan yang lebih baik.
Namun sayangnya, substansi demokrasi
belum sepenuhnya tercermin dalam kemandirian, kemajuan, keadilan, dan
kemakmuran. Kenapa saya katakana demikian? Karena sesungguhnya kita
belum menjadi bangsa yang mandiri yang berdaulat secara politik,
berdikari secara ekonomi, dan kepribadian secara kebudayaan.
Dengan segala potensi dan kekayaan
alamnya, seyogianya bangsa kita harus danggup mencukupi semua kebutuhan
dalam negeri, tidak bergantung pada bantuan asing, mandiri dalam bidang
pangan, energi, dan pengelolaan sumber daya alam, serta memiliki
ketahanan nasional dan daya saing untuk berkompetisi di era globalisasi.
Kenyataan yang kita hadapi sekarang
justru masih sama seperti ucapan Bung Karno yang menulis di Harian Suluh
Indonesia pada tahun 1930 tentang cirri-ciri ekonomi negeri jajahan.
Pertama, negeri tersebut dijadikan sebagai sumber bahan baku murah oleh
negara-negara industry dan kapitalis yang menjajahnya; kedua, dijadikan
sebagai pasar untuk menjual produk-produk hasil industry Negara
penjajah; dan, ketiga, negeri jajahan dijadikan tempat memutarkan
kelebihan kapital mereka demi mendapatkan rente.
Realitas yang diungkapkan Bung Karno
lebih 80 tahun yang lalu itu, ironisnya setelah 68 tahun Negara kita
merdeka, ternyata belum banyak berubah. Kita semua tentu tahu, sampai
kini kekayaan alam kita masih dijual murah kepada bangsa asing, bahan
baku dan bahan mentah yang dihasilkan bumi Indonesia juga masih terus
mengalir ke luar negeri untuk memasok kebutuhan industri Negara lain
yang lebih maju.
Sebaliknya, bangsa kita hingga kini
masih dikenal sebagai konsumenterbesar produk-produk industry,
elektronik, dan barang teknologi dari Negara-negara industri di luar
sana. Negara kita adalah konsumen handphone terbesar ketiga, dan salah
satu pasar mobil dan sepeda motor terbesar di dunia. Dan barang-barang
itu dihasilkan oleh industry di luar negeri.
Lalu, lebih 50 persen perbankan di
Negara kita dewasa ini dikuasai oleh pemodal asing, karena Indonesia
masih dianggap sebagai tujuan investasi uang terbaik didunia karena
tingkat suku bunga bank yang jauh lebih tinggi dibandingkan
Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Eropa, Singapura, bahkan
diatas Malaysia dan Thailand. Tegasnya, dengan memutarkan kelebihan
capital mereka di Negara kita, pemilik modal dari luar negeri
mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
Artinya, kita sejatinya belum menjadi
Negara yang seutuhnya mandiri dalam mengelola semua sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi yang kita miliki. Demokratisasi yang kita lakukan
masih sebatas demokrasi dibidang politik, belum demokratisasi di bidang
ekonomi.
Dalam decade belakangan, berkat
stabilitas politik dan keamanan yang relative baik, ekonomi Negara telah
tumbuh cukup tinggi rata-rata diatas 6 persen setahun, tertinggi di
dunia setelah China dan India. Berkat pertubuhan yang tinggi itu pula,
Negara kita sudah masuk G-20, bahkan nomor 16 terbesar didunia dengan
GNP sekitar USD 1 Triliun atau terbesar di Asia Tenggara.
Namun pertumbuhan yang berhasil dicapai
Negara kita ternyata belumlah dapat dikatakan berkualitas, karena masih
menyisakan ketimpangan social dan ekonomi yang justru makin tinggi. Ini
ditunjukkan oleh makin naiknya Gini Ratio Indonesia dari 0,31 sepuluh
tahun yang lalu menjadi 0,42 tahun ini. Indicator ini menunjukkan
tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia sudah berada pada tahap
lampu kuning.
Civitas Akademika Universitas Esa Unggul yang saya hormati.
Di bidang sumber daya manusia, Negara
kita juga belum mencapai taraf yang optimal dalam peringkat daya saing.
Human Development Index 2013 yang dikeluarkan UNDP untuk mengukur
tingkat kualitas kehidupan suatu Negara dari sisi pendidikan, kesehatan
maupun angka harapan hidup, dari 167 negara, Indonesia berada pada
rangking 121. Memang rangking ini mengalami peningkatan dari tahun 2012
yang berada di rangking 124.
Namun jika dibandingkan dengan kelompok
G-20, Indonesia berada di peringkat nomor dua paling bawah. Australia
berada di peringkat 2, Amerika (3), Jerman (5), Jepang (10), Kanada
(11), Inggris (26), dan Perancis (20), Rusia (55), Brasil (85), dan
china (101). Kita hanya sedikit lebih baik dari India yang berada di
peringkat 136.
Sementara di kelompok Negara-negara
ASEAN, peringkat daya saing sumber daya manusia Indonesia berada di
bawah SIngapura (18), Brunei Darussalam (30), Malaysia (64), Thailand
(103), dan Filipina (114).
Ini artinya peningkatan daya saing
bidang sumber daya manusia belum mencapai tahap yang maksimal. Karena
itu, perlu di lakukan pembenahan yang intensif pada bidang pendidikan
dan kesehatan agar kualitas sumber daya manusia Indonesia bisa lebih
berkualitas dan berdaya saing.
Dalam upaya ini, tak ada jalan lain,
kita harus melakukan pembenahan di bidang pendidikan –baik di bidang
kebijakan dan kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan- dan
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Para hadirin yang dimuliakan,
Nilai demokrasi yang sama pentingnya
untuk diukur ke depan adalah bagaimana keadilan dapat dirasakan oleh
semua kelompok masyarakat dan demokrasi membawa kemakmuran bagi rakyat.
Keadilan adalah kondisi dimana semua warga Negara harus memiliki
kesamaan di depan hukum dan pemerintahan, terjamin hak-hak asasi,
pemerataan hasil pembangunan ke seluruh daerah dan strata social, serta
terciptanya birokrasi pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Namun secara kenyataan, keadilan belum
seutuhnya terealisasi dalam kehidupan masyarakat. Padahal keadilan
harusnya tercermin dalam penegakan supremasi hokum tanpa pandang bulu,
pemberantasan korupsi secara tegas, serta berkurangnya angka kesenjangan
di Indonesia, baik kesenjangan ekonomi, social, maupun kesenjangan
antar wilayah.
Indonesia adalah Negara dengan tingkat
pertumbuhan kelas menengah dan kelas atas yang termasuk tertinggi di
Asia Bahkan dunia. Namun, kelas bawah Indonesia mengalami problem serius
berupa involusi(penurunan kualitas) kesejahteraan. Kesenjangan ini
membuat sebagian kalangan bisa menikmati layanan pendidikan dan
kesehatan dengan baik tetapi sebagian lain justru kesulitan mendapatkan
akses layanan pendidikan dan kesehatan dasar.
Itulah sebabnya setelah lebih dari 15
tahun demokratisasi dan desentralisasi, kita belum mampu membangun basis
ekonomi yang kuat sehingga masih sangat rentan terhadap tekanan
eksternal seperti yang terjadi saat ini dimana deficit perdagangan dan
deficit transaksi berjalan terus terjadi dan kemudian diikuti oleh
depresiasi nilai tukar rupiah dan tergerusnya cadangan devisa secara
signifikan sejak awal tahun ini.
Civitas Akademika dan tamu undangan serta hadirin yang berbahagia,
Tentu saja sebagai Negara yang besar,
Indonesia memiliki peluang untuk tampil sebagai Negara yang sejajar
dengan bangsa-bangsa lain. Kuncinya adalah bagaimana m,emamfaatkan
segala potensi yang kita miliki agar Indonesia tumbuh sebagai Negara
yang mandiri, maju, adil, dan makmur.
Banyak lembaga internasional yang
memprediksi bahwa Indonesia punya potensi yang sangat besar untuk
menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Dengan pertumbuhan ekonomi
seperti saat ini, diprediksi Indonesia bersama Negara-negara BRIC
(Brasil, Rusia, India dan China) akan mendominasi PDB dunia dengan share
lebih dari 50 persen pada tahun 2025. Pada saat itu, Indonesa
diperkirakan mempunyai PDB perkapita sekitar US$15.000.
Begitu juga menurut Buku Megachange 50
yang diterbitkan oleh majalah The Economist tahun 2012 bahwa Indonesia
diramalkan di era globalisasi ini akan menjadi salah satu Negara maju
dengan pendapatan perkapita sekitar US$ 24.000 pada tahun 2050. McKinsey
Global Institute memprediksi Indonesia akan masuk dalam 7 (tujuh) besar
kekuatan ekonomi dunia pada 2030, mengalahkan Jerman dan Inggris.
Diramalkan pula jumlah kelas menengah
Indonesia akan tumbuh dari 45 juta orang pada tahun 2010 menjadi 135
juta orang di tahun2030 atau tumbuh sekitar 90 juta, dimana pertambahan
kelas menengah akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Apakah kemudian potensi Indonesia
tersebut dapat mewujudkan Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, maju,
adil, dan makmur? Tentu saja kuncinya adalah terletak pada kepemimpinan
bangsa ini.
Pemimpin kedepan harus membangun fondasi
demokrasi yang subtantif; ekonomi yang kuat dan mandiri yang tidak
sekedar berorientasi pada pertumbuhan, tetapi lebih mengutamakan
keadilan dan pemerataan, agar pertumbuhan dapat dinikmati secara merata
oleh seluruh rakyat. Pemimpin kedepan juga di tuntut dapat menegakkan
supremasi hukum dan pemberantasan korupsi; serta menciptakan dukungan
system social kemasyarakatan berupa keharmonisan, toleransi dan
ketertiban social secara demokratis.
Kepemimpinan, baik dipusat maupun
daerah, adalah kunci penentu karena kepemimpian yang lahir dari sitem
demokrasi akan menentukan ke mana arah kebijakan dan pembanguna bangsa
ini. Biasanya sebuah Negara yang sedang menjalani proses demokratisasi,
terkadang terjebak pada pilihan dilematis: apakah membangun system
terlebih dahulu, ataukah melahirkan pemimpin yang unggul lebih dulu.
Semua akan terwujud jika ada kepemimpinan yang tepat bagi Indonesia. Sosok pemimpin masa depan yang kita butuhkan adalah:
- Pertama, Pemimpin yang bersih dan berintegritas, bebas dari beban masa lalu, tidak pernah terkait kasus korupsi, serta konsisten antara ucapan dan tindakan.
- Kedua, Pemimpin yang memiliki track record, yakni pengalaman kepemimpinan. Bukan pemimpin yang instan. Tetapi pemimpin yang mengerti nafas reformasi serta tantangan-tantangan yang ada di bangsa ini.
- Ketiga, Pemimpin yang visioner, yang mampu membaca peta kompetensi global dan membawa bagsa kita untuk menang dalam kompetensi di berbagai bidang.
- Keempat, Pemimpin yang aspiratif, yang memahami, membela, dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok maupun kedaerahan.
- Kelima, Pemimpin yang Problem Solver. Amat banyak masalah di negeri ini yang tidak terselesaikan. Kita butuh pemimpin baru yang membawa solusi, mampu menyelesaikan masalah dan bukan yang justru menimbulkan apalagi jadi sumber masalah.
- Keenam, Pemimpin yang kompeten atau cakap, mengerti manajemen pemerintah, memahami semua potensi dan kekuatan bangsa dan mampu mengelolanya bagi tercapainya cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.
- Ketujuh, Pemimpin yang berdiri diatas kepentingan semua pihak dan golongan. Pemimpin masa depan yang kita butuhkan adalah yang mampu merajut Nusantara tercinta ini agar semua keragaman bangsa kita tetap terpelihara sebagai kekuatan yang mempersatukan kita.
Lahir dan terpilihnya pemimpin yang
dibutuhkan bangsa Indonesia masa depan itu sepenuhnya ditentukan oleh
250 rakyat Indonesia melalui pemilu 2014 tahun depan. Namun demikian,
pemilihan tersebut tidaklah bisa kita serahkan kepada “politik pasar
bebas” begitu saja, karena kita juga harus mencerahkan pemilih rakyat
kita bagaimana memilih pemimpin yang baik.
Disinilah saya melihat pentingnya perana
perguruan tinggi untuk ikut menentukan arah kemajuan bangsa ke masa
depan. Perguruan tinggi termasuk tentunya Universitas Esa Unggul ikut
bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang baik, pemimpin yang
dibutuhkan bangsa ini ke depan.
Perguruan tinggi ikut member arah dan
menentukan, apakah kita akan memilih pemimpin hanya berdasarkan
popularitas dan pencitraan belaka, atau pemimpin yang memiliki
persyaratan di atas.
Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Terimakasih atas perhatiannya. Wassalamualaikum wr.wb.
Ketua DPD RI
Irman Gusman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar